Setegang apapun, kita masih punya rasa humor
Kita tegang atau memang
humoris?
Pertanyaan
ini muncul beberapa waktu belakangan ini. Seakan-akan selalu mengikuti diri
saya setiap saya melihat hal-hal yang baru saya sadari. Sebagia salah satu
masyarakat bangsa yang sedemikian ‘kompleks’ ini, saya pikir tidak ada salahnya
jika kemudian hal ini muncul dalam blog ini, sebagai penambah posting baru
dalam blog ini juga.
Beberapa
minggu belakangan memamang saya sering sekali mencoba merenungi apa yang
terjadi di sekeliling saya. Sampai suatu ketika, saat saya harus datang ke kampus
lebih awal dari waktu biasanya. Pukul 05:30 saya harus sudah sampai di tempat
yang sudah saya dan teman-teman sepakati bersama. Berangkat dari perjanjian itu
justru di dalam perjalanan saya melihat penjaja koran (tukang koran) yang
melaksanakan senam pagi di tengah jalan. Ini menjadi hal yanng unik bagi saya
ketika melihat tukang koran yang biasanya menjajakan koran di tengah jalan
disela-sela kerumunan kendaraan, justru sekarang tukang koran yang satu ini
menjajakan koran sambil menggerakkan badan kiri kanan mirip orang sedang
melakukan pemanasan. Memang jumlah kendaraan di pagi hari tidak seramai jam-jam
yang lainnya. Jalan yang saya lewati itu sendiri pukul 05:30 baru segelintir
kendaraan baik motor dan mobil yanng ngantri menunggu lampu hijau dari traffic light. Di jam-jam lain jangan
harap bisa merasakan luasnya jalan raya, kadang melihat lampu merah saja susah
karena harus ‘menganri’ panjang.
Spontan
para pengguna yang melihat aksi unik tuang koran merasa terhibur dan tersenyum
bahkan ada yang tertawa sambil bertanya “koe
ngopo pak?” Dengan polos tukang koran menjawab “pegel pak”. Kami pengguna
jalan pagi itu mungkin tidak akan pernah berpikir aka nmendapatkan sugusahan
menarik yang datangnya justru dari
tukang koran. Yang kami pikir justru bagaimana bisa segera sampai tujuan yang
sudah dijanjikan oleh bos, teman, kepala sekolah, dosen atau siapa saja yang
menunggu kami. Yang jelas 90 detik bersama tukang koran tadi memang sangat
menyenangkan.
Dari
sanalah pertanyaan saya muncul. Kenapa kami jadi sangat terhibur dengan tingkah
laku tukang koran yang tidak sama sekali berniat menghibur kami. Padahal kami
tau apa yang dilakukan mungkin karena lelahnya harus bangun lebih pagi dari
sebagian besar orang di Yogyakarta. Kemudian harus mengangkut belasan atau
bahkan puluhan koran dengan berbagai macam ‘merek’ nya. Itu bukanlah suatau
yang disengaja. Jadi memang apa yang dilakukan oleh tukang koran tersebut
adalah pemanasana saja.
Namun
ada hal lain yang kemudian juga menggelitik. Minggu lalu saya dan beberapa
teman berkumpul guna membahas pelaksanaan program pengajaran disalah satu
desa. Dalam perkumpulan itu hadir kepala sekolah yang nanti sekolahnya akan
kami gunakan sebagai program megajar tersebut. Kebetulan kepala sekolah
merupakan ustad sekaligus orang yang dituakan dimana sekoah itu berada.
Sehingga pada saat jum’at ustad tersebut diminta untuk mengisi khotbah jumat di
salah satu masjid disana. Singkat cerita sang ustad menceritakan hal yang
menurutnya aneh. Seorang jamaah meminta sang ustad untuk mengganti khotbah jumat yang seharusnya
menggebu-gebu dengan isi ceramaha yang justru bisa membuat para jamaaah tertawa
sebelum ustad menaiki mimbar khotbah. “Ustad
mengko khotbahne sing lucu yo stad” kira-kira seperti itu lah permintaan
jamaah sebelum ustad maju kemimbar. Spontan ustad yang juga kepala sekolah
tersebut taget dan berkata “memamng saya mau ngelawak?”
Tentu
banyak hal lain diluar sana yang terkadang mambuat kita tersenyum karena tingkah
laku orang lain. Tapi apakah memang kita memiliki rasa humur yang tinggi
sampai-sampai terkadang yang tidak seharusnya kita anggap lucu bagi orang lain,
kitapun tertawa. Program-program tayangan di tv juga tidak luput dari sasaran tertawaan
rakyat bangsa ini. kita sebut saja acara Opra
Van Java, Stand Up Comedy yang begitu sangat digenari para pemuda dan sebagian
besar rakyat bangsa ini. Seakan-akan ini mengidetivikasikan bahwa bangsa ini
memang sedang butuh suatu hal yang dapat membuat mereka tertawa dengan keras
bahkan sampai terbahak-bahak.
Apa
kita memang sudah jenuh dengan segala macam bentuk ketegangan dalam negara ini?
Atau memang kita memiliki sifat lucu dan butuh lucu ini sejak jaman prasejarah
dulu. Saya sendiri belum mendapatkan jawaban tepat untuk hal ini. Karena secara
sadar saya juga berpikir kita saat ini memang sedang dalam krisis kemenarikan
hidup. Namun bukan demikian berarti segala macam hal di dunia ini tidak menjadi
menarik. Masih banyak yang tidak kita ketahui di luar sana yang sebenarnya
menarik buat kita dan memiliki nilai kebenaran yang tinggi pula. Tentang dasar
sifat kita yang memiliki tingkat humoritas yang tingggi juga merupakan alasan
yang kuat bagi saya. Toh memang kita dalam setiap berkumpul dengan satu dan
yang lainnya pasti ada saja hal yang dapat ditertawakan walaupun itu tantang
diri sendiri.
Semoga
saja bukan merupakan keburukan kita memiliki keadaan dan kelebihan yang
demikian. Karena pasti ada alasan disetiap hal yang kita hadapi dan kita
lakukan. Saya sendiri masih belum dapat menyimpulkan dengan tepat apakah kita
saat ini memang sedang dalam keadaan tegang atau memang kita adalah orang-orang
yang diberi kelebihan sikap yang humoris. Semoga ada yang mau menbantu dengan
tanggapan-tanggapan yang dapat membangun.
Di post 16 November 2012
Edit 27 Feb 2024
Posting Komentar untuk "Setegang apapun, kita masih punya rasa humor"