Naik Gunung
Waktu jaman sekolah di taman
kanak-kanak, jaman saya waktu itu, di tahun 90an saya sering diajarkan lagu
naik naik kepuncak gunung. Sambil jalan
kaki mengelilingi kampung yang tidak jauh dari sekolah TK saya. Pagi pagi
setiap hari jumat saya masih ingat kami melewati jalan setapak di lereng jalan
bukit bukit di kampung baru.
Waktu itu yang saya tau gunung
itu tinggi dan jarang orang mau kesana, kecuali beberapa orang yang memang
punya pekerjaan di gunung. Berkebun misalnya. Itu juga di lakukan oleh sedikit
orang yang kebanyakan berasal dari Sulawesi. Dari sana kemudian muncul
pertanyaan pertanyaan dalam diri saya yang waktu itu masih junior. Bagaimana
rasanya naik di atas gunung sana, apa seasik seperti yang terlihat dari bawah.
Dilain waktu setelah kejadian
jalan jalan anak TK tadi, bapak saya pernah mengajak saya naik bukit yang saya
sebut gunung tadi. Tujuan kami main layang layang. Saat itu saya baru
ngerasakan bagaimana rasanya berhadapan dengan tingginya rumput rumput ilalang
yang menutupi sebagian besar bukit tempat kami main layang layang. Beberapa
kali bapak menyampaikan, hati hati, atau awas ada ular, atau pelan pelan nanti
sendal mu putus. Tentu saya tidak lupa bagian itu.
Berlanjut pada waktu masih di
bangku SMP, rasa penasaran dengan bukit bukit (gunung) masih saya rasakan. Bermodal nekat tanpa bekal, saya ajak teman
teman sekelas untuk menyusuri gunung yang ada di belakang rumahnya di daerah
kampung satu Skip. Gaya mereka (perempuan) selayaknya anak anak yang berdandan
untuk pergi kerja kelompok. Didandani oleh orang tuanya mungkin dengan sepatu
dengan hak tinggi karena orang tua mereka pikir anak mereka akan belajar dengan
baik, bersama teman temannya. Namun bertolak belakang dengan itu anaknya justru
di ajak menerabas rumput rumput liar di bukit yang bisa jadi dipenuhi ular.
Saat menginjakkan kaki di
pelataran perkuliahan kesempatan untuk benar benar menaiki gunung terpenuhi.
Gunung yang pertama saya daki adalah merbabu, kenapa merbabu, karena di sana
tempat diksar saya pertama dibawah bendera UKM Universitas saya. Dan kemudian
berlanjut kegunung gunung selanjutnya
yang tidak akan saya lupakan pengalaman nya.

Bekal
Contoh pertama dari pelajaran
yang saya dapat dari naik gunung adalah
bagaimana pendaki membawa bekalnya. Bekal benar benar di persiapkan dengan
matang. Tidak boleh ada yang terlupa atau tidak membawa barang yang dibutuhkan
saat di gunung. Seperti P3K, atau air minumjangan sampai tertinggal atau
sengaja tidak dibawa.
Di kemudian waktu saya sadar
ternyata dalam setiap perjalanan seseorang pasti harus membawa bekal. Semisal
mau jalan jalan keluar rumah, minimal bekal harus bawa surat surat pribadi
seperti KTP atau SIM. Di guung saya sadar ini, kita manusia tidak bisa hidup
tanpa bekal, dan bekal perlu dipersiapkan.
Perjalanan
Lain lagi soal perjalanan, di
gunung jalan juga tak akan pernah menanjak, kadanng kita sebagai pendaki akan
merasakan jalan yang landai yang mampu membuat kita sedikit bernafas lega. Bagi
sebagian besar pendaki tanah landaii ini adalah hadiah, atau bonus bagi mereka
untuk bisa meluruskan kaki kaki yang sudah mulai pegal, menarik nafas panjang,
atau menata ulang barang bawaan.
Ternyata dalam hidup pun demikian,
saya sering merasa dalam hidup sering sekali merasa kurang pas. Sepertinya
jalan dalam hidup ini menanjak terus tidak ada santainya. Tapi ternyata setelah
semua itu berlalu hidup juga ada senangnya. Ada enaknya yang membuat kita jadi
enak untuk segera melangkah lagi. Disaat seperti ini saya kemudian berpikir dunia memang
seperti perjalanan saat di gunung. Kadang naik, turun, santai. Dan lebih banyak
naiknya untuk merasakan tempat yang tinggi.
Tujuan
Bekal yang kita bawa sebanyak
apapun, saat sudah sampai pos terakhir biasanya akan di tinggalkan. Tidak bisa
membawa bekal terlalu banyak saat menuju puncak. Semua di tinggal kecuali
mungkin hanya sekedar air minum atau kamera untuk ambil gambar di atas gunung.
Tujuan dari setiap pendaki adalah
Puncak. Dan setiap puncak tidak pernah menuntut pendaki untuk membawa bekal
yang banyak. Ternyata demikian pula dengan perjalanan hidup di luar gunung.
Contohnya skripsi, persiapan yang harus di siapkan saat menuju sidang dapat
mencapai waktu berbulan bulan dan harus menyelesaikan 5 Bab. Tapi saat di ruang
sidang semua sudah di kumpuklan dalam beberapa slide power poin saja.
Mati juga demikian, harta yang di
cari selam ahidup eh yang di bawa hanya kain kafan saja.
Benar benar gunung membelajarkan
saya banyak hal.
Posting Komentar untuk "Naik Gunung"