Dari Imam Mesir ke Buat Rumah
Awal mula buka status WhatsApp hari ini, status yang saya lihat adalah status client yang membagikan ceramah seorang syekh atau mungkin imam yang belum saya kenal orangnya. Saya nonton video itu dengan pikiran yang masih fresh, hitung hitung menambah iman dan ilmu. Toh tidak ada salahnya melihat status orang yang ada status WA nya. karena memang tujuan buat statuskan di lihat.
Jadi, sepenglihatan saya dari video singkat yang di share di status Wa tadi. Sang Imam, beliau mengajak jamaahnya untuk membayangkan hidup tanpa ada rasa benci dalam hati. Wah dalam hati saya berpikir, ini berat banget. Hanya sedikit orang yang bisa melakukan hidup tanpa benci dan penyakit hati dalam dirinya. Apa lagi jaman sekarang.
Masih penasaran, saya lanjutkan terus menonton status yang terbagi menjadi tiga bagian itu. Maklum, status Wa sementara ini bisanya ditonton per tiga puluh detik setiap bagian. Itu artinya total statusnya client saya tadi berdurasi kurang lebih sekitar 1 menit 30 detik.
Dalam 30 detik pertama video itu, sang imam mengajak jamaah untuk membayangkan jika hidup tanpa membenci seseorang, tidak membenci apapun, tidak membenci kejadian apa pun dan tidak membenci ucapan siapa pun. Intinya kebencian sudah tidak ada dalam diri.
Gimana, bisa tidak? Saya rasa sebagai manusia normal (dalam artian seperti kebanyak orang) yang nista dan penuh dosa macam saya ini, tidak menghilangkan benci adalah hal yang berat. Walaupun itu tetap mungkin bisa terjadi. Maka siap siap jika itu terjadi suatu hari nanti, saya akan punya kaplingan surga yang terbuka dari pintu hati yang bersih tanpa benci, jika saya berhasil melakukannya saya ajak kalian yang ketik amin di kolom komen. Loh Haha.
***
Di hari yang sama, tapi waktu yang berbeda, saya menjalankan tugas untuk bertebaran di muka bumi. Mencari karunia yang sudah Tuhan sebar di setiap sudut kota kecil yang asik asik ngeselin ini. Duh, dari kalimat terakhir saya saja sudah berbau bau kebencian ya. Tapi ternyata Tuhan punya rencana lain. Tuhan mempertemukan saya dengan client berbeda dengan cerita yang hampir sama dengan apa yang diceramahkan oleh sang Imam di atas tadi.
Setelah berbicara tentang pekerjaan, saya yang mau pamit pulang dan memberikan closing statement, tiba tiba sang client saya menjawab dengan kalimat menarik. “Saya kalau setiap akhir minggu waktunya dipakai untuk ‘nguli’ mas”. Bahasa ‘nguli’ ini beliau pakai untuk menggambarkan akhir minggu nya yang harus berpeluh keringat untuk membangun rumah impian setelah lima belas tahun harus ngontrak rumah.
“Ibu lagi bangun rumah bu?” respon saya yang penasaran dan tidak jadi pamit pulang karena merasa mendapatkan cerita baru yang menarik. Maklum, saya belum sempat membangun rumah 3 lantai impian saya itu. Eh.
Ternyata setelah bercerita agak panjang tentang perjalanan rumah yang sedang dibangun. Sang Ibu ini memiliki kesabaran yang cukup besar dalam dirinya. Belum lagi dengan hatinya yang menurut saya termasuk salah satu orang yang, mungkin, sudah masuk dalam list penghuni surga. Dalam artian beliau ini termasuk salah satu orang yang hatinya tidak disibukkan dengan membenci.
Beliau bercerita kalau sempat tidak percaya bisa membuat rumah dengan modal seadanya. “Saya konsultasi kemana mana mas, minta doa dan nasehat ke orang-orang tua yang paham buat rumah. Setelah diskusi dengan suami Bismillah kami mulai garap habis lebaran tahun 2023 kemarin mas.” Itu artinya belum lama setelah saya berkenalan dengan beliau.
Saya sendiri sempat berpikir rumah yang saat ini ditempati adalah rumah beliau. Setelah beliau menjelaskan ternyata beliau masih berstatus menyewa rumah tersebut. bahkan dengan harga miring pula. Empat juta setahun, dengan rumah yang saya nilai baik, harga empat juta per tahun itu adalah harga yang sangat murah.
“Orang orang banyak yang merendahkan mas, kata orang, suami saya masih honor, anak saya kuliah di swasta dan adiknya juga masih sekolah. mana mungkin bisa punya rumah sendiri, begitu kata orang mas, dan itu di ucap di depan saya. Pokoknya orang itu bicaranya ada-ada aja mas. Tapi saya sabar saja, tidak saya pikirkan mas”
“Nasehat orang-orang ke saya itu kalo buat rumah jangan sampai hutang bank mas, jangan hidup foya-foya, sering-sering berbagi dan sering-seringlah menyisihkan uang buat ditabung Insyaallah jadi rumahmu. begitu kata mereka mas, saya sempat ragu mas, tapi Alhamdulillah sekarang sudah hampir bisa ditempati”.
Saya iseng untuk bertanya berapa bajet yang dihabiskan untuk membuat rumah sejauh ini. “40 Juta mas” Terkaget kaget saya mendengar pengakuan beliau. Apa benar cuman segitu. Beliau melanjutkan bahwa mereka mengerjakan rumah tersebut sekeluarga dan dibantu oleh kenalan sesama perantau maupun tetangga, tanpa mengeluarkan banyak uang untuk membayar ongkos tukang. Beliau juga mengaku memilih untuk tidak membeli bata untuk membuat rumah. Beliau lebih memilih untuk membuat batako sendiri bersama suami dan anak-anak beliau. Bermodalkan bertanya kepada pembuat batako mengenai campuran dan teknik membuatnya.
***
Belajar dari cerita client saya, dan status Wa tentang membenci di awal tadi saya mendapatkan beberapa pelajaran yang menjadi catatan untuk saya pribadi. Pertama tentang kemungkinan bagi seseorang hidup tanpa membenci seseorang atau sesuatu itu sangat bisa saja terjadi. Masalahnya adalah pada bagaimana bisa melakukannya. saya sendiri masih belum sampai pada tahap tersebut.
Akan tetapi, melihat cerita dari client saya tadi. Saat hidup tidak dipenuhi dengan kebencian yang mengisi ruang di dalam hati. Justru akan memberikan efek berupa kelapangan dalam hidup. Dari cerita ibu client saya tadi kemudahan kemudahan justru datang silih berganti setiap ada keinginan untuk mengerjakan sesuatu.
Dalam hal ini saya teringat dengan kisah dimasa lalu, di zaman ketika Nabi masih hidup. Singkatnya, suatu ketika beliau pernah mengungkapkan seseorang ahli surga akan masuk kedalam ruangan dimana nabi dan para sahabat sedang berkumpul. Ungkapan tersebut beliau ulang sebanyak tiga kali di hari yang berbeda dan orang yang sama akan muncul setiap beliau usai mengucapkannya.
Para sahabat pun penasaran dengan orang ini dan ada yang mengikutinya hingga bermalam di rumahnya. Tapi tidak ada amalan istimewa yang sahabat lihat. Namun ketika ditanyakan secara langsung, ternyata orang ini sebelum tidur selalu memohon kepada Allah untuk dihilangkan penyakit hatinya berupa iri hati, dan memaafkan orang yang yang berbuat salah kepadanya. Masyaallah begitu pentingnya menjaga hati.
Kedua, nasehat dari orang-orang terdekat selama tidak bertentangan dengan nilai nilai dan bisa dikerjakan ya jalankan saja. Sampai disini saya berpikiran bahwa, jika ibu client saya tadi sampai nekat mengambil pinjaman di bank, bisa jadi akan muncul rasa tidak nyaman dalam hatinya saat jatuh tempo pembayaran. Ini akan membuat beliau bisa saja membenci mba mba teller bank yang cantik cantik itu. Kan sangat disayangkan sudah dandan cantik cantik, terus di benci orang, bisa-bisa dihukumi kerja di tempat haram pula. Upss.
Sudah mba resign aja daripada hidupmu penuh dengan disalah salahkan orang. Apa lagi orang yang tidak mengerti dirimu. Aseek. Semoga istri saya tidak baca tulisan ini haha. kalaupun baca, saya mau ucapkan “dek ini hanya umpama saja”.
Namun demikian, orang seperti ibu client saya ini agak jarang ditemui jika tidak dilihat dengan mata batin dan pikiran yang jernih. Apalagi menghubung hubungkan kejadian status WA dengan cerita orang buat rumah dan kemudian menuliskannya lagi. Ini perlu keahlian menenangkan jiwa yang mumpuni dan juga kejernihan hati dan pikiran yang mendalam agar tidak salah artikan nantinya. Apalagi ditambah dengan dorongan resign dari bekerja di bank ribawi. haha
Oh iya di akhir ini saya tambahkan, ternyata imam atau syekh yang saya maksud dalam cerita di awal adalah seorang Mufti besar Mesir. beliau bernama Syekh Prof. Dr. Ali Jum’ah. saya belum pernah riset langsung tentang beliau. Tapi berkat beliau saya bisa menuliskan cerita hari ini. Semoga Allah merahmati beliau.
Posting Komentar untuk "Dari Imam Mesir ke Buat Rumah "