Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Membaca tidak harus teks dan menulis tidak harus bagus



Saya sedang berjuang untuk memulai menulis lagi. Tapi ternyata memulai sebuah kebiasaan baru bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Apa lagi kebiasaan yang dulu pernah rutin kemudian berhenti, rutin lagi berhenti lagi. Secara psikologis muncul rasa ragu yang besar tentang kemampuan diri. Mental block terasa lebih tebal dari pada memulai hal baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya

Beberapa waktu ini, mungkin sekitar setengah tahun dimulai dari akhir tahun 2023 lalu, keinginan untuk menulis menjadi semakin sering menghantui saya. Bisa jadi karena saat ini pekerjaan saya berkutat dengan buku. Sehingga keinginan untuk menyentuh, melihat lihat, mengintip dan membaca buku buku yang ada di depan saya menjadi semakin besar.


Belum lagi dengan berseliwerannya kelas kelas menulis online yang bertebaran di Facebook dan Instagram. Terus terang iklan iklan ini mengganggu. Tapi mengganggu dalam artian positif. Iklan iklan itu membuat saya berfikir lagi untuk kembali menulis. Untuk keperluan apa, saya juga belum ngehh, masih belum terpikir jauh untuk apa saya harus kembali menulis. Tapi karena keinginan itu terus tumbuh dan mulai membuat kepala saya mulai pusing karena seringnya terpikir untuk menulis, maka saya harus memuntahkan pikiran itu ke dalam tulisan.  


Harus kembali banyak membaca


Untuk kembali menulis saya harus memiliki amunisi yang harus di tumpahkan kedalam bentuk tulisan. bisa saja pengalaman, hasil obrolan dengan banyak orang atau hasil membaca buku. Untuk pengalaman saya semenjak menyelesaikan study di Jogja kurang lebih 10 tahun lalu sepertinya sudah bisa di jadikan buku. begitu juga dengan hasil obrolan yang sebenarnya banyak banget jika sekedar di jadikan ide tulisan. Tapi karena tidak pernah tercatat maka kadaluarsa semua itu. Tinggal dalam hal membaca saja yang mungkin masih bisa di tulis.

Pada dasarnya saya masih sering membaca. Setidaknya masih ada satu buku untuk beberapa bulan. Terdengar parah memang, untuk kalangan orang orang yang benar benar suka baca. Setidaknya dalam satu bulan, untuk ukuran orang yang suka membaca buku, dua buku adalah angka minimal yang harus diselesaikan. Sedangkan saya tidak. Satu buku yang saya baca terkadang harus menghabiskan waktu sekitar dua sampai tiga bulan baru selesai. 


Bukan apa, untuk beberapa buku yang sudah saya beli saya baca dengan membaca daftar isinya terlebih dahulu saja. Jika ada yang menarik baru saya baca isi dari bab atau sub bab yang saya pilih. Setelah itu buku saya simpan. Jika ada bagian yang mau saya baca lagi baru saya buka lagi. Cara baca buku seperti ini menurut saya efektif untuk saya dengan pilihan buku buku tertentu.


Berbeda dengan buku buku yang isinya mengalir. Ya bisa dibilang seperti Fiksi. Saya bisa menghabiskan nya dalam waktu satu minggu bahkan hitungan hari. Ini karena para penulis fiksi bisa dengan pandai mempermainkan rasa penasaran saya. Kadang saya jadi merasa terjebak oleh buku buku semacam ini. Kelemahan saya pada buku buku macam ini saya merasa enggan untuk membaca buku yang ceritnya sudah saya ketahui. Ini lah kenapa untuk saat ini, saya jarang sekali memilih buku buku fiksi untuk saya beli. karena saya merasa eman (sayang) jika hanya di baca sekali kemudian tidak dibaca lagi.


Buku apapun itu dan seberapa lama saya membaca sebenarnya tidak menjadi soal. Menurut saya loh... Toh saya juga membaca selain buku, seperti artikel yang ada di media online. Situs seperti Mojok.co misalnya. Ini langganan saya membaca artikel hampir setiap hari. Kadang tulisan esainya, kadang liputan liputan wartawan mojok kadang juga hasil review team mojok di kolom digital mereka. Saya sudah seperti kecanduan membaca artikel di mojok.co


Menurut saya pribadi membaca artikel artikel seperti itu juga termasuk bagian dari proses membaca yang harus saya lewati jika ingin menulis lebih banyak. Selain menambah wawasan dan sudut pandang yang sangat penting dalam menulis. membaca tulisan tulisan dalam bentuk artikel juga memberikan seperti,pengetahuan tambahan tentang gaya bertutur orang lain dalam menuliskan isi pikirannya.


Itu artinya membaca tidak harus baca buku kan. walau tidak ada yang bisa menggantikan posisi buku bagaimanapun juga. Intinya saya harus banyak banyak membaca tulisan yang lebih panjang dari sekedar tulisan status Wa atau status orang orang yang saya ikuti di Facebook. 


Membaca tidak harus teks


Membaca tidak hanya tentang membaca kata, kalimat, paragraf atau susunan lembaran lembaran kertas yang menjadi buku. Saat ini saya memahami ternyata membaca adalah sebuah proses perenungan dari hasil proses melihat kondisi baik internal maupun eksternal diri. Jadi percuma jika membaca tapi tidak mencoba untuk memahami dengan merenungkan apa yang dibaca.


Saya menganalogikan membaca saat ini adalah proses dimana saya bisa menambah pemahaman pada diri saya tentang apa yang saya lihat. Baik itu dari hasil membaca text atau non teks. Tekstual atau Kontekstual. Apa yang terlihat adalah teks tapi apa yang tersembunyi dibalik teks adalah konteks yang harus dipahami dan dibaca lebih dalam.


Ini simpelnya seperti orang yang belajar dari pengalaman hidup. 


Dengan banyak membaca kedua hal tadi, teks dan non teks. Saya berharap bisa banyak tulisan yang bisa saya hasilkan. Minimal jika tidak bisa membuat tulisan yang bagus. Saya akan memperbanyak tulisan saya yang jelek.


katatara.com
katatara.com Hai, saya Tara pemilik dan penulis di katatara.com. Saya seorang ayah dan bekerja sebagai karyawan juga bisnis owner. Ingin ngobrol lebih lanjut silahkan hubungi saya

Posting Komentar untuk "Membaca tidak harus teks dan menulis tidak harus bagus"