Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal apa itu Situational Anxiety dari pengalaman cabut gigi



Beberapa hari lalu, saya mendapat kesempatan untuk menemani anak pertama saya untuk cabut gigi di Rumah Sakit Dr. Jusuf SK Kota Tarakan. Sebagai ayah yang baik saya mencoba menemani proses anak saya cabut gigi dari awal hingga akhir.

Tentu saya tidak sendirian. Istri saya juga ikut menemani.


Istri saya ini termasuk orang yang jarang sekali sakit. Sangking jarangnya sakit, semenjak menikah dengan saya selama hampir tujuh tahun. Istri saya  ini seingat saya kerumah sakit hanya untuk masalah melahirkan dan efek dari melahirkan. Selebihnya bisa dikatakan hampir tidak pernah dia datang kerumah sakit untuk menangani keluhan pribadi karena sakit.


karena jarangnya kerumah sakit , sampai-sampai urusan administrasi rumah sakit pun istri saya perlu dipandu untuk itu. Itulah kenapa saya mengkondisikan diri dan menjadikan momen anak pertama saya cabut gigi ini sebagai ajang edukasi untuk istri saya.


***

Sebenarnya kami sudah dua hari ini ke Rumah sakit dengan tujuan yang sama, cabut gigi anak pertama saya. Di hari sebelumnya kami terpaksa harus memaklumi kondisi dan harus rela kembali di keesokan harinya lagi. karena informasi dari bagian pelayanan, poli gigi sudah tidak lagi menerima pasien di hari itu. 


Singkatnya, kami terima keputusan harus kembali ke esokan harinya. Setelah hari berganti, kami datang sesuai yang disarankan oleh bagian pelayanan untuk datang jam 07.00 pagi. Malangnya kami ternyata baru dipanggil mendekati pukul 10 di meja pendaftaran. Kami sudah cukup lama menunggu.


Bagi saya ini bukan masalah. saya mulai memaklumi hal-hal seperti ini terjadi di pelayanan publik. dulu saya mungkin akan muring-muring dan bolak-balik mempertanyakan ke bagian informasi. sekarang sudah tidak. saya justru bolak balik melihat bagaimana ekspresi istri dan anak saya. 


Sesuai yang saya duga, ternyata mereka mulai bosan dan terlihat sedikit mengantuk. Untung saat sudah berada di depan poli gigi ekspresi mereka sudah mulai berubah. 


Ruang tunggu Lantai 2, Poli Gigi RSUD dr. H Jusuf SK 


Anak saya masih terlihat fine-fine saja saat menunggu panggilan tindakan di depan poli gigi. Mungkin karena dia belum tau rasanya dicabut giginya yang masih kecil kecil itu. Toh kami juga sudah memberikan proses pemahaman dan sedikit sogokan agar dia mau cabut gigi.


Tapi berbeda dengan sang ibu. beberapa kali memang saya lihat dia gelisah tapi  belum ada klarifikasi darinya sampai akhirnya terucap kalimat "kayaknya aku mulai mual". Fix dia merasa gugup membayangkan kemungkinan apa yang akan terjadi pada anak pertama kami saat berada di kursi tindakan poli gigi.


Saya merasa ini normal, karena ini pengalaman pertama untuk istri saya menemani anak kami untuk ke Rumah sakit. saya merasa ini hal penting yang harus dilewati istri saya sebagai seorang istri.



Rasa khawatir, gugup dan overthinking nya ini menjadi edukasi positif untuk istri saya dan anak anak kami nantinya. Karena bisa saja saya sedang berada di luar pulau saat istri saya harus menemani anak atau keluarga kami berobat nantinya. Sehingga saya harus sebisa mungkin membuat proses ini berjalan dengan baik dan memberikan sebanyak mungkin pengalaman.


Situational Anxiety


Beberapa hari terlewati setelah proses cabut gigi anak saya tadi, pengalaman rasa gugup, was-was, overthinking dan dibumbui dengan sedikit rasa mual untuk sebagian orang ini ternyata bernama Situational Anxiety.

 

Situational Anxiety atau kecemasan situasional. Ini merupakan reaksi alami dari seseorang ketika mereka dihadapkan pada situasi yang baru atau tidak familiar bagi mereka. Kegugupan situasional bisa disebabkan oleh ketidakpastian, kurangnya pengalaman, atau rasa tidak siap dalam menghadapi situasi tersebut.


Dalam hal ini menemani cabut gigi untuk anak pertama saya adalah hal baru untuk istri saya.


Saya sendiri sudah beberapa kali mengalami hal serupa dalam perjalanan hidup saya. Dan, ternyata situational anxiety ini memiliki sisi positif untuk perkembangan diri seseorang. Meskipun tidak dipungkiri juga memiliki sisi negatif yang harus diperhatikan.


Dulu pernah saya mengalami ini ketika ingin melangsungkan akad nikah. Terus terang momen ini adalah momen paling membuat saya gugup. Namun setelah terlewati semua ternyata nampak mudah. 


Selain itu momen yang kurang lebih sama adalah momen ketika saya harus menjalani prose yang namanya Sunat. Tidak hanya gugup yang saya rasakan waktu itu. Saya juga harus rela memuntahkan semua isi perut yang saya sudah makan sebelum proses sunat karena saking gugupnya saya membayangkan bagaimana prosesnya nanti.


Tapi momen-momen seperti itu ternyata mampu memberikan dorongan pribadi untuk menjadi lebih bertumbuh. Maksudnya dalam menghadapi situasi yang menantang dan membuat gugup bisa menjadi kesempatan untuk pertumbuhan pribadi kita. Setelah melewati momen situational anxiety dimana efeknya membuat kita gugup, cemas dan overthinking, seseorang mungkin akan merasa lebih kuat dan bisa lebih percaya diri setelah berhasil melewatinya.


Selain itu kemampuan penyesuaian diri juga lebih terasah dengan lebih maksimal saat menemukan situasi yang memaksa munculnya situational anxiety ini. kenapa demikian, jawabannya adalah hidup ini terus mengalami perubahan. Kita tidak pernah tahu apa yang akan menghadang kita di waktu mendatang. Sehingga kita perlu melatih diri agar siap menghadapi situasi yang dapat berubah sewaktu waktu. 


Dalam kasus saya dan keluarga saat berbicara tentang kondisi seperti ini, berurusan dengan dokter gigi adalah salah satu latihan untuk bisa membiasakan diri dengan situational anxiety.



katatara.com
katatara.com Hai, saya Tara pemilik dan penulis di katatara.com. Saya seorang ayah dan bekerja sebagai karyawan juga bisnis owner. Ingin ngobrol lebih lanjut silahkan hubungi saya

Posting Komentar untuk "Mengenal apa itu Situational Anxiety dari pengalaman cabut gigi"